PEMBAHASAN
ZAHIR DAN TAKWIL
A. ZAHIR DAN TAKWIL
1. Pengertian Zahir dan Takwil
Zahir
menurut bahasa berarti jelas, sedangkan menurut istilah ialah suatu
lafadz yang jelas, lafadznya menunjukkan kepada suatu arti tanpa
memerlukan keterangan lain di luar lafadz itu.
Contoh Zahir:
Firman Allah SWT:
“Allah SWT telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba.” (QS Al-Baqarah /2: 275)
Ayat tersebut secara zahir menjelaskan halalnya jual beli dan haramnya riba tanpa memerlukan keterangan atau penjelasan lain.
Sedangkan
takwil secara bahasa berarti berbelok atau berpaling apabila kembali.
Menurut istilah adalah memalingkan arti zahir kepada makna lain yang
memungkinkan berdasarkan dalil/bukti, sehingga menjadi lebih jelas.
Contoh Takwil : seperti lafadz يَدٌ (tangan), lafadz ini bisa diartikan kepada tangan atau makna yang lain yaitu kekuasaan.
Agar lafadz tersebut menjadi jelas, maka masih diperlukan keterangan lain, sehingga tidak menyimpang dari makna zahirnya.
2. Masalah yang dapat ditakwil
Para
Ulama’ sepakat bahwa masalah-masalah yang bersifat furu’ (cabang) dapat
menerima takwil. Sedangkan masalah-masalah ushul (pokok) atau aqidah
terdapat perbedaan pendapat.
a) Golongan
Musyabbihah berpendapat bahwa masalah-masalah yang berhubungan dengan
aqidah tidak perlu ditakwilkan karena sudah jelas dan berlaku menurut
zahir, seperti mengartikan tangan Allah SWT disamakan dengan tangan
manusia / makhluk-Nya.
b) Golongan
salaf seperti Ibnu Taimiyah mengatakan bahwa masalah-masalah ushul atau
aqidah dapat ditakwilkan, tapi takwilnya diserahkan kepada Allah SWT.
jadi, menurut pendapat ini Allah SWT memang bertangan tetapi tangan
Allah SWT itu berbeda dengan tangan makhluk-Nya, karena hakekatnya yang
paling tahu adalah Allah.
c) Golongan
Khalaf berpendapat bahwa boleh mentakwilkan dan pentakwilannya
dilakukan oleh manusia sendiri, seperti mengartikan “tangan Allah”
ditakwilkan dengan “kekuasaan Allah”, “mata Allah” ditakwilkan dengan
“pengawasan Allah”, dan “Allah SWT bersemayam di Arsy” ditakwilkan
dengan “Allah SWT berkuasa di Arsy”, dan sebagainya.
3. Syarat-syarat Takwil
Takwil harus memenuhi syarat-syarat sebagai berikut :
a) Takwil harus sesuai dengan kaidah-kaidah bahasa dan sastra Arab.
b) Takwil harus sesuai dengan ketentuan-ketentuan syara’
c) Takwil harus dapat menunjukkan dalil (alasan) tentang takwilnya itu.
d) Jika takwil berdasarkan qiyas haruslah memakai qiyas yang jelas dan kuat.
4. Kaidah berhubungan dengan Takwil
الفُرُوْعُ يَدْخُلُهُ التَّأْوِيْلُ اتِّفَاقًا
Artinya : “Masalah cabang (furu’) dapat dimasuki takwil berdasarkan konsensus.”
الاُصُوْلُ لاَ يَدْخُلُهُ التَّأْوِيْلُ
Artinya : “Masalah ushuluddin (akidah) tidak dapat menerima takwil.”adapted from : http://detik-ilmu.blogspot.com
0 komentar:
Posting Komentar