MUJMAL DAN MUBAYYAN

PEMBAHASAN
MUJMAL DAN MUBAYYAN

1.    Pengertian Mujmal

     Secara etimologi ada beberapa arti yang diberikan kepada lafaz Mujmal. Pertama, Mujmal diartikan sebagai global/ umum atau dalam bahasa Arab disebut الجمع . Kedua, Mujmal diartikan dengan ‘samar’ atau dalam bahasa Arab disebut الشبهة . Ketiga, ada pula yang memberi arti Mujmal dengan ‘yang tidak diketahui
arti’ atau dalam bahasa Arab disebut dengan المبهم.
Sedangkan secara terminologi atau secara pengertian istilah Mujmal diartikan sebagai berikut :

      1.)  Prof.DR. Abdul Wahhab Khallaf mendefinisikan al-Mujmal sebagai berikut,  “al-  Mujmal menurut istilah ulama Ushul, ialah lafazh yang shighotnya tidak dapat menunjukan kepada pengertian yang dikandung olehnya, dan tidak terdapat qorinah-qorinah lafazh atau keadaan yang dapat menjelaskannya. Maka sebab itu kesamaran di dalam al-Mujmal ini bersifat lafzhi bukan sifat yang baru datang”.

      2.) Wahbah al-Zuhaili mendefinisian Mujmal sebagai berikut :
“ Lafaz yang samar maksudnya, yang tidak dapat diketahui kecuali dengan penjelasan dari pembicara sendiri. Tidak dapat diketahui dengan akal karena hanya bisa diketahui dengan dalil naqli dari pembicara itu. Maksudnya lafaz itu tidak dapat diketahui kecuali dengan adanya penjelasan dari yang me-mujmalkan atau al-
Mujmil atau Syari’.

    Dari definisi di atas dapat kita tangkap pengertian bahwa, Pertama, al-Mujmal adalah lafazh atau kata yang tidak jelas ( global ) artinya. Kedua, disamping tidak jelas artinya, tidak pula terdapat petunjuk atau qorinah yang menjelaskan arti global dari kata tersebut. Jadi ketidak jelasan atau kesamaran arti kata al-Mujmal berasal dari kata itu sendiri bukan karena faktor eksternal dari luar kata tersebut. Ketiga, jalan untuk mengetahui maksud Mujmal tidak dalam batas kemampuan akal manusia, tetapi satu-satunya jalan untuk memahami adalah melalui penjelesan dari yang me-mujmalkan atau dalam hal ini Syari’.

2.    Sebab-Sebab Adanya Mujmal

     Ijmal terdapat dalam :
       1.)    kata-kata tunggal, contoh ;
  • isim   :  Qur’un dengan pengertian suci atau datang bulan. Jaun dengan pengertian hitam atau putih
  • fii l    :  qaala dengan pengertian berkata atau tidur siang. Khataba dengan pengertian berpidato atau meminang.
  • huruf :  wawu yang m,enunjukkan huruf athaf ( penghubung) atu huruf isti’naf (menunjukkan permulaan kata ), atau sebagai hal.
    Ilaa yang menunjukkan ghayah atau berarti beserta ( ma’a )
        2. ) Susunan kata-kata ( jumlah atau tarkib ), contoh ;

                Artinya : “ atau memaafkan orang yang mempunyai ikatan perkawinan”.
                        (QS. Al Baqarah : 237)

Menurut Abdul Wahhab Khallaf, ada beberapa kategori dari suatu lafaz yang Mujmal tersebut. Kategori-kategori yang dimaksud adalah sebagai berikut:

1. Termasuk Mujmal ialah lafaz-lafaz yang pengertian bahasa dipindahkan oleh Syari’ dari pengertian aslinya kepada pengertian-pengertian khusus menurut istilah syara’. Seperti lafaz sholat , zakat, shiyam. Haji, riba dan lafaz-lafaz lain yang oleh Syari’ dikehendaki dengannya makna syara’ secara khusus, bukanmakna yang lughawi (menurut etimologi).

Maka apabila di dalam nash syara’ terdapat lafaz diantara lafaz-lafaz tersebut diatas, lafaz itu adalah mujmal (global) pengertiannya, sampai ada penafsiran terhadap lafaz itu oleh Syari’ sendiri. Karena itu datanglah Sunnah yang berbentuk amal perbuatan dan ucapan untuk menafsir atau menjelaskan arti sholat dan menjelaskan rukun-rukunnya serta syarat-syaratnya dan hai’ahnya ( bentuk pelaksanaannya).
 Rasulullah SAW bersabda :
                                                                                        صلوا كما رايتمونى أصلى
“ Shalatlah kamu sebagaimana kamu melihat aku sedang shalat (seperti shalatku)”
Begitu juga beliau telah  menafsir  zakat, shiyam, haji, riba dan setiap lafaz yang mujmal (global) di dalam nash-nash al-Qur’an.

2. Termasuk al-Mujmal ialah lafaz asing yang ditafsir oleh nash itu sendiri dengan arti yang khusus, seperti lafaz (القارعة) dalam firman Allah (Q.S al-Qari’ah: 1- 4 )
القارعة ما القارعة و ما ادرئك ما القارعة يوم يكون الناس كالفراش المبثوث

“Hari kiamat, apakah hari kiamat itu ?. Tahukah kamu apakah hari kiamat itu ? Pada hari itu manusia adalah seperti anai-anai yang bertebaran

Dan lafaz (الهلوع ) di dalam firman-Nya Q.S al-Ma’arij : 19 – 21 yang artinya :
“Sesungguhnya manusia diciptakan bersifat keluh kesah lagi kikir. Apabila ia ditimpa kesusahan ia bekeluh kesah, dan apabila ia mendapat kebaikan, ia amat kikir”.

3.     Hukum Lafal Mujmal
   
    Apabila terdapat perkataan mujmal baik dalam qur’an maupun hadits, maka kita tidak menggunakannya, sehingga dating penjelasan. Seperti kata salay, zakat, haji, dan lain-lain yang dijelaskan oleh Nabi SAW. Tentang cara-cara melakukannya. Demikian pula tentang batas-batas harta yang terkena zakat.

B.    Mubayyan

1. Pengertian
Mubayyan secara bahasa (etimologi) : (المظهر والموضح) yang ditampakkan dan yang dijelaskan. Sedangkan secara terminologi Mubayyan adalah seperti yang didefinisikan oleh al-Asnawi sebagai berikut :
“Mubayyan  adalah  lafaz  yang  jelas (maknanya)  dengan  sendirinya  atau dengan   lafaz lainya”.
Ada yang mendifinisikan Mubayyan sebagai berikut:
                                                    ما يفهم المراد منه، إما بأصل الوضع أو بعد التبيين
“Apa yang dapat difahami maksudnya, baik  dengan asal  peletakannya atau setelah adanya penjelasan.”

Contoh yang dapat difahami maksudnya dengan asal peletakannya : lafadz langit (سماء), bumi (أرض), gunung (جبل), adil (عدل), dholim (ظلم), jujur (صدق). Maka kata-kata ini dan yang semisalnya dapat difahami dengan asal peletakannya, dan tidak membutuhkan dalil yang lain dalam menjelaskan maknanya.
Contoh yang dapat difahami maksudnya setelah adanya penjelasan :
Firman Alloh ta’ala :
                                                                                                 اقيمو الصلاة وَآتُوا الزَّكَاةَ
“Dan dirikanlah sholat dan tunaikan zakat” (Al-Baqoroh : 43)
Maka  mendirikan  sholat  dan  menunaikan  zakat,  keduanya adalah mujmal, tetapi pembuat  syari’at  (Allah ta’ala)  telah  menjelaskannya,  maka  lafadz   keduanya menjadi jelas setelah adanya penjelasan.

                  Dalam hubungannya dengan Mubayyan , maka dapat kita pahami ada tiga hal disini. Pertama adanya lafaz yang mujmal yang memerlukan penjelasan atau disebut Mubayan (yang dijelaskan). Kedua ada lafaz lain yang menjelaskan lafaz yang Mujmal tadi atau disebut Mubayyin (yang menjelaskan. Dan yang ketiga adanya penjelasana atau disebut Bayan.

    2.  Macam-Macam Bayan ( Penjelasan )

Dalam pembahasan selanjutnya, para Ulama Ushul membuat kategori daripada penjelasan atau Bayan tersebut. Ulama Syafiiyah membagi bayan kepada 7
         macam sebagai berikut :

1.) Penjelasan dengan perkataan , contohnya, Allah SWT menjelaskan lafaz سبعة ( tujuh ) pada surat al-Baqarah ayat 196, tentang jumlah hari puasa bagi yang tidak mampu membayar dam (hadyu) pada haji Tamattu’. Dalam bahasa Arab lafaz tujuh sering ditujukan kepada arti ‘banyak’ yang bisa lebih dari tujuh. Untuk menjelaskan ‘tujuh’ itu betul-betul tujuh maka Allah SWT mengiringi dengan firman-Nya “itu sepuluh hari yang sempurna”.

2.) Penjelasan dengan mafhum perkataan, contohnya, firman Allah SWT dalam surat al-Isra’ ayat 23, tentang larangan mengatakan اف”ah” kepada kedua orang tua. Mafhum dari ayat tersebut adalah melarang seseorang anak menyakiti orang tuanya, seperti memukul dan lain-lain, karena mengucapkan “ah” saja tidak boleh, apalagi memukul.

3.) Penjelasan dengan perbuatan,contoh. Rasulullah SAW menjelaskan perintah mendirikan shalat, dalam ayat al-Quran, lalu Rasulullah SAW mencontohkan cara
 melakukan shalat tersebut.

4.) Penjelasan dengan Iqrar “pengakuan” contohnya, Rasulullah melihat Qayis shalat dua raka’at sesudah shalat Subuh, maka Rasulullah bertanya kepada Qayis, lalu Qayis menjawab dua raka’at itu adalah shalat sunat fajar. Rasulullah tidak melarang. Ini menunjukkan dibolehkan shalat sunat sesudah shalat Subuh.

5.) Penjelasan dengan Isyarat, contohnya penjelasan Rasulullah SAW tentang jumlah hari dalam satu bulan. Beliau mengangkat kesepuluh jarinya tiga kali, yakni 30 hari. Kemudian mengulanginya sambil membenamkan ibu jarinya pada kali yang terakhir. Maksdunya bahwa bulan itu kadang-kadang 30 hari atau kadang-kadang 29 hari.

6.) Penjelasan dengan tulisan, contohnya Rasulullah SAW menyuruh juru tulis beliau menuliskan hukum-hukum mengenai pembagian harta warisan dan lain-lain.

7.) Penjelasan dengan qiyas, contohnya Rasulullah SAW menjawab seorang penanya melakukan haji untuk ibunya yang sudah meninggal. Rasullullah bertanya, ‘bagaimana kalau ibumu punya hutang, apa kamu bisa membayarnya?. Hadits tersebut menqiyaskan mengganti haji orang tua dengan membayar hutangnya.

adapted from : http://isni-center.blogspot.com

0 komentar:

Posting Komentar

Diberdayakan oleh Blogger.

Copyright © / AROUND

Template by : Urang-kurai / powered by :blogger